Google Hindari Pajak, Menteri Kena Kritik

Kasus pajak yang tengah membelit Google di Indonesia dinilai tak seharusnya terjadi jika pemerintah sedari awal sudah tegas mengatur para pemain over the top (OTT) asing.

Kritikan ini dilontarkan oleh Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala terhadap kebijakan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.

Menteri yang akrab disapa Chief RA itu dinilai terlalu sibuk mengurusi masalah interkoneksi dan network sharing melalui Revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 52/2000 dan No. 53/2000 ketimbang merampungkan Peraturan Menteri (Permen) tentang OTT.

Padahal, menurut Kamilov, para OTT asing seperti Google, harusnya tegas diatur melalui Permen bersama dengan kewajiban mendirikan Bentuk Usaha Tetap (BUT).

"Pertanyaan yang mendasar adalah, mana tuh janji Chief RA membenahi OTT melalui Permen (Peraturan Menteri), karena aturan ini nyambung ke BUT yang ternyata dalam implementasi OTT asing hanya warung jongkok," ujarnya, Selasa (20/9/2016).

Kamilov yang sempat menjabat sebagai Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, memang kerap melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah.

"Warung dengan omzet triliunan rupiah tidak diatur, tapi operator yang bedarah-darah malah direvisi PP-nya. Mati awak dua kali," lanjut Kamilov.

Menkominfo mulanya memperkirakan Permen OTT itu akan selesai pada Maret 2016 lalu, tetapi ternyata molor sehingga mengeluarkan Surat Edaran (SE) No. 3/2016 tentang Penyediaan Layanan Aplikasi dan/atau Konten Melalui Internet.

Permen OTT itu sendiri, menurut menteri, baru akan dikeluarkan akhir 2016 nanti. Alasannya, untuk mengeluarkan aturan ini diperlukan konsultasi publik dan tidak bisa semena-mena sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama.

"Yang sudah dikeluarkan Surat Edaran. Nanti dengan Permen, perlu konsultasi publik, isunya kita mau menata OTT internasional," tutur Chief RA pada Agustus lalu.

Penataan OTT internasional, kata dia, adalah untuk masalah pelayanan pelanggan serta perlindungan data konsumer.

"Sekarang masyarakat Indonesia terhadap dunia maya dan media sosial berbeda dengan Eropa dan AS, kalau kita hanya masyarakat Jakarta yang tahu kalau komplain, padahal Indonesia tidak hanya Jakarta," jelas Menkominfo.

Untuk pelayanan pelanggan dan perlindungan data, perusahaan dapat diwakili mitra kerja seperti penyedia seluler. "Yang penting masyarakat bisa menikmati layanan dan kepentingan terjaga," katanya.

Selanjutnya, Permen tentang OTT ini katanya akan mengatur level playing field atau kesetaraan pasar agar semuanya mendapat kesempatan bisnis yang sama.

Perusahaan internasional, kata dia, merupakan fiscal permanent establishment atau Badan Usaha Tetap alias BUT, sementara fiskal terdapat PPN serta PPH.

"PPH diskresi Kemenkeu menata itu. Misalnya sudah dibicarakan dengan Google ada tax treaty yang diperhitungkan, pajak harus dibayar, tetapi kami ingin mensimplifikasi bayar pajak. Teknisnya di Kemenkeu," ujarnya kala itu.

Meskipun Permen OTT belum dikeluarkan, namun Rudiantara telah berkoordinasi sekaligus memberikan dukungan terhadap Ditjen Pajak Kementerian Keuangan agar kasus pajak Google ini bisa segera terselesaikan.

"Saya mendukung proses yang berlangsung yang dilakukan teman-teman otoritas pajak," kata dia. Menteri pun menegaskan, "berbisnis di pasar Indonesia harus bayar pajak dan subject kepada aturan pajak di Indonesia."

Sumber : Detik

Title : Google Hindari Pajak, Menteri Kena Kritik
Description : Kasus pajak yang tengah membelit Google di Indonesia dinilai tak seharusnya terjadi jika pemerintah sedari awal sudah tegas mengatur para pe...

0 Response to "Google Hindari Pajak, Menteri Kena Kritik"

Post a Comment

Berkomentarlah dengan bijak sesuai tema dan jangan lupa sertakan link blog / web anda agar admin bisa berkunjung kembali.

Arigatou Gozaimasu